Oleh : Nadila Sajira
Apakah pembentukan Provinsi Aceh Leuser Antara (ALA) benar-benar solusi untuk ketimpangan pembangunan, atau justru akan memperburuk keadaan?
Pemerintah Aceh telah menetapkan 32 Proyek Strategis Aceh (PSA) untuk tahun 2025, yang mencakup berbagai sektor seperti infrastruktur, kesehatan, pendidikan, dan pengairan. Proyek-proyek ini tersebar di sejumlah kabupaten dan kota, termasuk Banda Aceh, Aceh Besar, Aceh Singkil, Aceh Selatan, Aceh Barat, dan lainnya.
Beberapa proyek utama meliputi pembangunan gedung layanan perpustakaan di Banda Aceh, lanjutan pembangunan Rumah Sakit Rujukan Regional dr. Yulidin Away di Aceh Selatan, serta pembangunan tanggul dan pengaman tebing sungai Krueng Tamiang di Aceh Tamiang.
Namun, distribusi proyek-proyek ini telah menimbulkan kritik terkait ketimpangan pembangunan antarwilayah. Beberapa pihak menyoroti bahwa wilayah tengah Aceh, seperti Aceh Tengah, Gayo Lues, dan Aceh Tenggara, tampaknya kurang mendapatkan perhatian dalam daftar proyek strategis tersebut.
Hal ini memicu kekhawatiran akan ketimpangan pembangunan dan mendorong wacana pembentukan Provinsi Aceh Leuser Antara (ALA) sebagai respons terhadap ketidakmerataan tersebut.
Ketimpangan pembangunan ini tercermin dalam data ekonomi, di mana rasio gini Aceh pada September 2024 tercatat sebesar 0,294. Meskipun angka ini lebih baik dibandingkan rata-rata nasional sebesar 0,373, namun belum menunjukkan penurunan signifikan, mengindikasikan masih adanya ketimpangan kesejahteraan di provinsi ini.
Pemerintah Aceh menyadari tantangan ini dan melalui Rencana Kerja Pemerintah Aceh (RKPA) Tahun 2025, menetapkan tema 'Mengurangi Ketimpangan Wilayah Melalui Percepatan Pembangunan Infrastruktur Strategis dan Peningkatan Pertumbuhan Ekonomi yang Berkelanjutan'.
Hal ini menunjukkan komitmen untuk mempercepat pembangunan infrastruktur strategis guna mengurangi ketimpangan wilayah dan mendorong pertumbuhan ekonomi yang inklusif.
Namun, realisasi dari komitmen ini masih menghadapi tantangan, terutama dalam memastikan bahwa proyek-proyek strategis benar-benar tersebar merata dan memberikan manfaat bagi seluruh wilayah Aceh. Kritik terhadap ketimpangan distribusi proyek menunjukkan perlunya evaluasi dan penyesuaian dalam perencanaan pembangunan agar lebih adil dan merata.
Penulis adalah mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik universitas syiah kuala