Iklan

Iklan

Kisah Inspiratif Dika Zakaria, Dalang Muda Era Digital

BERITA PEMBARUAN
20 Juni 2025, 22:43 WIB Last Updated 2025-06-21T03:08:08Z
Dika Zakaria saat memperagakan keahliannya menjadi dalang wayang golek pada acara P5 di SMAN 1 Telukjambe Barat Kabupaten Karawang beberapa waktu lalu.(foto: dokumen pribadi)


KARAWANG - Kisah ini berasal dari seorang remaja yang tinggal di sebuah desa terpencil, Desa Karangmulya, Kecamatan Telukjambe Barat, Kabupaten Karawang Jawa Barat.


Meskipun tinggal di daerah yang kurang begitu dikenal, remaja ini memiliki cita-cita besar untuk menjadi dalang yang hebat dan terkenal. 


Remaja itu bernama Dika Zakaria, seorang generasi Z siswa SMA Negeri 1 Telukjambe Barat, yang memiliki minat kuat untuk melestarikan budaya melalui seni pertunjukan Wayang Golek.


Kali pertama melihat Dika memainkan alat musik tradisional dalam acara Gebyar P5 di sekolah kami, saya langsung terpukau. Gerak tangannya lincah, iramanya mantap, dan ekspresi wajahnya penuh penghayatan. 


Tak hanya piawai memainkan alat musik, Dika juga mampu menirukan suara berbagai karakter layaknya seorang dalang profesional. Suaranya berubah-ubah, menggambarkan tokoh-tokoh pewayangan dengan hidup dan jenaka.


Dika adalah sosok yang langka di antara teman-teman sebayanya. Di tengah arus modernisasi dan derasnya digitalisasi, ia justru menaruh minat besar pada seni tradisional Wayang Golek. 


Penulis saat wawancara dengan Dalang muda Dika Zakaria.(foto: dok pribadi)


Sebagai generasi Z yang tumbuh pada era digital dengan akses informasi dan hiburan yang sangat luas, Dika tidak terjebak dalam dunia maya. 


Ia memilih untuk mengeksplorasi dan melestarikan warisan budaya lokal yang semakin terpinggirkan oleh perkembangan zaman dan budaya yang begitu cepat.


Meskipun menghadapi tantangan besar, generasi Z, seperti Dika, tetap menunjukkan minat yang besar dalam melestarikan tradisi dan warisan budaya lokal. 


Siapa sangka, Dika yang tumbuh di tengah derasnya arus modernisasi ini mampu menunjukkan dedikasi yang begitu besar untuk melestarikan tradisi wayang golek.


Ketertarikan Dika pada wayang golek dimulai saat ia duduk di bangku kelas 2 SMP. Awalnya, hanya sekadar iseng menonton video pertunjukan wayang di YouTube. Namun siapa sangka, dari tontonan ringan itu tumbuh ketertarikan yang mendalam.


“Awalnya saya hanya iseng menonton video wayang di YouTube, tapi lama-lama saya tertarik dan ingin belajar lebih banyak,” ujar Dika saat diwawancarai penulis beberapa waktu lalu.


Dari menonton, ia mulai mengoleksi. Salah satu momen yang tak terlupakan baginya adalah ketika ikut sang ibu menghadiri sebuah pesta pernikahan. 


Di sana, ia melihat wayang dijual sebagai cendera mata. Ia membeli satu, dan sesampainya di rumah, langsung mencoba memainkannya.


“Ternyata seru banget! Sejak itu saya jadi suka mengoleksi,” kenangnya sambil tersenyum.


Kini, Dika memiliki belasan koleksi wayang golek dengan berbagai ekspresi dan karakter yang berbeda-beda, yang ia simpan dan mainkan di kamarnya. Setiap wayang yang dimiliki Dika ia pelajari dengan penuh perhatian, sehingga mampu mengenal karakter-karakter dalam cerita wayang dengan lebih mendalam.


Yang menarik adalah, Dika belajar bermain wayang golek secara otodidak. Tanpa mentor atau guru yang membimbingnya, Dika hanya mengandalkan video tutorial yang ada di YouTube dan berlatih sendiri di rumah. 


“Saya belajar bermain wayang hanya dengan menonton video saja, lalu saya coba-coba sendiri di rumah. Meskipun kadang sulit menguasai teknik-teknik tertentu, saya tidak menyerah,” katanya. 


Meskipun terkadang merasa frustrasi, Dika terus berlatih dan belajar dari kegagalannya. Ia percaya bahwa kegagalan adalah bagian dari proses yang harus dilalui dalam belajar. Namun, meskipun begitu, ia tetap berharap untuk memiliki seorang guru. 


“Dika juga berharap bisa mempunyai guru untuk mengajari Dika bermain wayang, supaya Dika gak hilang arah. Pasti enak kalau punya guru, Dika bisa diajari, dibimbing, dan dididik sampai saya bisa,” ujarnya. 


Saat ini, Dika belum mengikuti sanggar atau komunitas wayang, tetapi ia sudah berencana untuk mengikuti pelatihan bersama teman-temannya. Ini menunjukkan bahwa keterbatasan tidak akan menghalangi seseorang untuk terus belajar dan berkembang.


Orang tua Dika memiliki peran penting dalam mendukung minatnya terhadap wayang golek. Ayah dan Ibu mendukung Dika untuk menjadi dalang, tetapi mereka masih belum terlalu yakin kalau Dika bisa, soalnya jadi dalang itu berat banget. Contohnya, harus bisa berdakwah, melawak, mengetahui karakter setiap tokoh wayang, alur ceritanya, dan lain-lain,” papar Dika. 


Meskipun orang tuanya masih memiliki keraguan, hal itu tidak menghalangi Dika untuk terus mengejar mimpinya. Dukungan orang tua ini sangat berarti bagi Dika, karena mereka menyadari betapa pentingnya memberikan ruang bagi anak untuk mengejar minat dan passion mereka.


Ketika sedang sakit, banyak orang yang memilih untuk beristirahat dan memulihkan diri. Namun, berbeda dengan Dika. Dengan semangat yang kuat, ia lebih memilih untuk berlatih wayang golek di rumah, meskipun tubuhnya sedang tidak fit. 


Hal ini menunjukkan dedikasi dan komitmen Dika terhadap seni dan budaya tradisional yang ia cintai.


Selain itu, Dika juga aktif mencari berbagai informasi tentang wayang golek melalui internet. Ia berusaha memahami berbagai cerita klasik yang menjadi bahan pertunjukan wayang golek. 


Beberapa cerita favoritnya adalah Dawala Gugat dan Rahmana Gugur. Dengan memahami cerita dan karakter wayang secara mendalam, Dika berharap dapat suatu hari nanti menyajikan pertunjukan yang tidak hanya menghibur, tetapi juga mendidik dan menginspirasi banyak orang.


Dika juga mengerti bahwa menjadi dalang bukan hanya soal menggerakkan wayang dan mengatur suara, tetapi juga memerlukan kemampuan komunikasi yang baik. Untuk itu, ia terus berlatih berbicara dengan lantang dan ekspresif agar bisa menarik perhatian penonton. 


Ia kerap berlatih sendiri, menirukan dialog dan lelucon dari dalang profesional yang ia lihat di video. Dalam melatih kemampuan ini, meskipun kadang ia merasa canggung, Dika tidak menyerah karena ia percaya bahwa latihan yang tekun akan membuahkan hasil.


Dika berharap kelak dapat menjadi seorang dalang yang mampu membawakan pertunjukan yang dapat menghibur juga menginpirasi orang lain, tidak hanya Orang Tua, tapi juga generasi muda yang seumuran dengannya ataupun lebih muda darinya. 


Ia ingin generasi muda dan masyarakat luas tetap mengenal dan mencintai wayang golek sebagai warisan budaya Indonesia yang sangat berharga. Melestarikan seni ini bukan hanya tentang menghidupkan kembali pertunjukan tradisional, tetapi juga menjaga identitas dan jati diri bangsa agar tidak tergerus oleh arus globalisasi.


Kisah Dika Zakaria adalah contoh nyata bagaimana generasi Z dapat menjadi agen perubahan dalam melestarikan budaya tradisional. Meskipun hidup di era digital yang sangat modern, Dika menunjukkan bahwa minat terhadap budaya lokal tetap bisa tumbuh dan berkembang. 


Melalui semangatnya, Dika menginspirasi kita semua untuk lebih menghargai dan melestarikan warisan budaya, serta tidak takut untuk belajar dan berinovasi meskipun dalam keterbatasan.


Dengan usaha dan tekad yang kuat, Dika membuktikan bahwa apapun yang kita cita-citakan dan perjuangkan, asalkan kita memiliki passion dan dedikasi, tidak ada yang mustahil. 


Kisah Dika adalah bukti bahwa budaya tradisional, seperti wayang golek, masih memiliki tempat di hati generasi muda Indonesia. 


Dika menunjukkan bahwa wayang golek masih dapat dinikmati oleh generasi muda. Melalui kisahnya, kita dapat belajar tentang pentingnya melestarikan warisan budaya lokal dan mengembangkan passion kita sendiri.


Dengan demikian, kisah Dika dapat menjadi inspirasi bagi generasi muda lainnya untuk melestarikan budaya tradisional dan menunjukkan bahwa dengan dedikasi serta semangat yang kuat, kita dapat mencapai tujuan yang diinginkan. 


Selain itu, kisah Dika juga menunjukkan bahwa generasi Z dapat menjadi agen perubahan dalam melestarikan budaya tradisional dan mempromosikan kesadaran serta apresiasi masyarakat terhadap budaya lokal.


Penulis Wanda Sazkia Yulianti, siswa Kelas XI SMAN 1 Telukjambe Barat

Komentar
Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE. #JernihBerkomentar
  • Kisah Inspiratif Dika Zakaria, Dalang Muda Era Digital

Terkini

Topik Populer

Iklan