![]() |
Ketua SPS Aceh Muhtarruddin saat melaksanakan ziarah sejarah ke situs Radio Raya di Kampung Rime Raya Kabupaten Bener Meriah, Sabtu 21 Juni 2025 (foto: ist) |
REDOLONG - Serikat Perusahaan Pers (SPS) Aceh memperingati Hari Ulang Tahun (HUT) ke-79 dengan melakukan ziarah sejarah ke situs Radio Rimba Raya di Kampung Rime Raya, Kecamatan Pintu Rime Gayo, Kabupaten Bener Meriah, Banda Aceh Sabtu 21 Juni 2025.
Mengusung tema 'Menjaga Kata, Menjaga Republik', kegiatan ini menjadi momentum refleksi atas peran vital perusahaan pers dalam menjaga nilai-nilai kebangsaan, integritas informasi, serta keberlanjutan suara publik di tengah tantangan era digital.
Ketua SPS Aceh, Muktarruddin Usman, menegaskan pentingnya Radio Rimba Raya sebagai simbol perjuangan kata dalam mempertahankan eksistensi Republik Indonesia di masa-masa krisis.
“Dari tempat inilah, ketika ibu kota negara diduduki dan para pemimpin bangsa ditawan, suara Republik Indonesia tetap menggema ke seluruh dunia. Suara dari rimba menyelamatkan republik. Semangat itu yang kami hidupkan kembali hari ini,” ujar Muktarruddin.
Radio Rimba Raya dikenal sebagai stasiun radio rahasia yang berperan krusial saat Agresi Militer Belanda II pada tahun 1948. Dari balik lebatnya hutan Gayo, gelombang siarannya menegaskan kepada dunia bahwa Indonesia belum menyerah dan kemerdekaan masih diperjuangkan.
Kegiatan ziarah ini diisi dengan peninjauan langsung ke lokasi siaran, pembacaan refleksi sejarah, serta diskusi santai mengenai posisi strategis pers nasional di tengah disrupsi digital.
Dalam kesempatan tersebut, SPS Aceh juga menyerukan pentingnya pengakuan Radio Rimba Raya sebagai cagar budaya nasional dan pusat edukasi sejarah komunikasi perjuangan.
Semula, acara ini direncanakan berlangsung bertepatan dengan hari lahir SPS pada 8 Juni. Namun, karena bertepatan dengan Hari Raya Iduladha, pelaksanaannya ditunda ke 21 Juni 2025.
Selain mengenang sejarah, SPS Aceh juga menyoroti berbagai tantangan yang kini dihadapi industri pers nasional, mulai dari dominasi platform digital global, pengaruh media sosial, hingga pergeseran pola konsumsi informasi publik yang mengancam keberlanjutan media konvensional.
“Menjaga republik hari ini berarti memastikan suara kebenaran tetap hadir. Perusahaan pers harus mampu beradaptasi dalam lanskap digital tanpa kehilangan pijakan nilai,” tegas Muktarruddin.
Sebagai informasi, Serikat Perusahaan Pers didirikan pada 8 Juni 1946 dan merupakan organisasi perusahaan pers tertua di Indonesia.
SPS sejak awal konsisten memperjuangkan kemerdekaan pers dan memperkuat ekosistem media yang profesional, independen, serta berpihak pada kepentingan publik.
Hingga saat ini, sebanyak 32 perusahaan pers telah bergabung sebagai anggota SPS Aceh, dengan belasan media lainnya dalam proses keanggotaan. Secara nasional, lebih dari 600 media arus utama tercatat sebagai bagian dari SPS.(**)