![]() |
| Aktivis Solidaritas Akar Tri Prasetio Putra (tengah) saat diwawancarai awak media.(foto: bdg) |
KARAWANG - Rapat Dengar Pendapat (RDP) terkait legalitas jembatan penghubung antara Kabupaten Karawang dan Bekasi yang menuju pintu masuk PT. Jui Shin Indonesia, molor dari jadwal yang ditetapkan dalam undangan resmi DPRD Karawang.
Undangan tersebut ditandatangani langsung oleh Ketua DPRD Karawang, H. Endang Sodikin, S.Pd.I., S.H., M.H.
Perwakilan dari Solidaritas Akar, Tri Prasetio Putra Mumpun, mengungkapkan kekecewaannya terhadap keterlambatan pelaksanaan RDP yang dijadwalkan pukul 13.30 WIB, namun hingga pukul 14.30 WIB belum juga dimulai.
Ia menilai hal ini mencerminkan ketidakdewasaan aparatur pemerintah dalam menjalankan tugasnya.
"Kami datang dari jauh, termasuk dari Karawang Selatan, tepat waktu sesuai undangan. Tapi para pemangku kebijakan malah melalaikan undangan itu. Mereka seperti lebih takut kepada PT. Jui Shin Indonesia daripada menemui rakyatnya sendiri," ujar Tri dengan nada kesal, Rabu (18/9/2025).
Tri menegaskan bahwa jembatan yang dibangun PT. Jui Shin Indonesia telah terbukti ilegal dan tidak memiliki izin resmi. Namun, aktivitas produksi dan operasional perusahaan tersebut masih terus berjalan.
Hal ini, menurutnya, menjadi bukti bahwa pemerintah tidak menjalankan penegakan hukum secara tegas.
“Kami menuntut agar kebijakan yang diambil sesuai dengan aturan hukum. Jika jembatan itu ilegal, kenapa masih dibiarkan? Pemerintah seolah-olah tutup mata," tegasnya.
Tri juga mengingatkan bahwa perjuangan masyarakat menolak tambang dan aktivitas perusakan lingkungan di wilayah Karawang Selatan tidak akan berhenti. Ia mengancam akan datang kembali dengan massa yang lebih besar jika tuntutan mereka tidak dipenuhi.
“Kalau tidak ada tindakan, kami siap melakukan konsolidasi lebih kuat dan mendesak pencabutan izin PT. Jui Shin Indonesia. Kami tidak akan berhenti,” katanya.
Sementara itu, Satrio dari Solidaritas Akar juga menyesalkan sikap sejumlah pihak yang tidak hadir dalam RDP, termasuk dari BBWS (Balai Besar Wilayah Sungai), yang menurutnya memiliki kewenangan penting dalam masalah tersebut.
“Ini bukti mereka abai. Bagaimana mereka bisa disebut wakil rakyat kalau menemui rakyat saja tidak mau? Padahal mereka digaji dari uang rakyat,” ujar Satrio dengan nada kecewa.
Hingga berita ini ditulis, RDP belum dimulai karena masih menunggu kehadiran beberapa pihak yang seharusnya turut serta dalam pembahasan.
Ketidakhadiran sejumlah pejabat menjadi sorotan tajam dari masyarakat yang hadir di kantor DPRD Karawang.(bdg)


