![]() |
Sidang Mantan Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Padang Sidempuan Sumatera Utara, Rabu 10 September 2025.(foto: ist) |
MEDAN – Sidang lanjutan perkara dugaan korupsi Alokasi Dana Desa (ADD) Kota Padangsidimpuan dengan terdakwa mantan Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (PMD), Ismail Fahmi Siregar, kembali memanas.
Dalam nota pembelaan (pledoi) pribadinya yang dibacakan di Ruang Sidang Utama Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Medan, Selasa (10/9/2025), Ismail mengaku menjadi korban 'permainan hukum' yang diduga melibatkan pihak kejaksaan.
Ismail membantah menggunakan dana senilai Rp500 juta untuk kepentingan pribadi, sebagaimana dituduhkan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejari Padangsidimpuan. Ia mengklaim, uang tersebut merupakan titipan atas permintaan Kepala Seksi Intelijen Kejari Padangsidimpuan, Yunius Zega.
“Uang itu saya serahkan atas permintaan Yunius Zega, yang katanya mengetahui adanya praktik pemotongan ADD oleh pejabat lain. Atas perintah Wali Kota, saya mengupayakan uang tersebut dengan menghubungi sejumlah kepala desa. Dari Rp500 juta yang diminta, hanya Rp350 juta yang berhasil saya serahkan melalui sopir saya,” ujar Ismail di hadapan majelis hakim.
Dalam pledoinya, Ismail juga mengungkap daftar nama sejumlah pejabat Pemerintah Kota Padangsidimpuan yang disebutnya menerima aliran dana ADD. Di antaranya Wakil Wali Kota Arwin Siregar, Sekretaris Daerah Letnan Dalimunthe, serta sejumlah camat dan pejabat lainnya, dengan nominal bervariasi antara Rp2,5 juta hingga Rp60 juta.
Tak hanya itu, Ismail mengaku mendapat tekanan dari penyidik Kejaksaan Tinggi Sumut untuk mengubah Berita Acara Pemeriksaan (BAP) dan menghilangkan keterangan soal penyerahan uang kepada Yunius Zega.
Ia juga mengklaim dijanjikan tuntutan ringan selama 1 tahun 6 bulan jika bersedia mengikuti arahan jaksa dan menitipkan uang kerugian negara.
“Namun kenyataannya, saya dituntut 6 tahun 6 bulan penjara dan denda Rp1 miliar subsider 1 tahun kurungan. Janji jaksa hanyalah jebakan semata,” tegas Ismail.
Lebih lanjut, Ismail juga menyoroti lemahnya dasar pembuktian yang digunakan JPU dalam menyusun tuntutan. Ismail menyebut audit yang dijadikan acuan tidak memenuhi standar, karena hanya berdasarkan pengakuan kepala desa tanpa bukti kerugian nyata (actual loss).
“Yang paling miris, saksi ahli dari Inspektorat Kota Padangsidimpuan bahkan tidak mampu menjelaskan metode perhitungan kerugian negara secara benar. Seharusnya yang dihitung adalah actual loss, bukan berdasarkan asumsi atau pengakuan sepihak,” kritiknya.
Ia juga mempertanyakan ketidakhadiran saksi kunci seperti Kepala Badan Keuangan dan beberapa camat yang menurutnya sangat penting dalam mengungkap aliran dana secara terang.
Di akhir pledoinya, Ismail menyatakan akan melaporkan dugaan penyimpangan dalam penanganan perkaranya ke Jaksa Agung. Ia meminta majelis hakim membebaskannya dari seluruh tuntutan jaksa, atau setidaknya menjatuhkan putusan seadil-adilnya.
“Jaksa menutup mata terhadap fakta persidangan. Tuntutan tidak dibuat berdasarkan hukum, tapi berdasarkan kepentingan pribadi,” pungkasnya.
Sidang akan dilanjutkan dengan agenda pembacaan putusan oleh majelis hakim dalam waktu dekat.(Rizky)