Iklan

Iklan

Kuasa Hukum Masyarakat Korban Perhutani Minta KPK Turun ke Karawang

BERITA PEMBARUAN
27 Januari 2023, 15:51 WIB Last Updated 2023-01-27T08:58:04Z
Kuasa Hukum H.Elyasa Budianto, S.H., saat menggelar aksi di depan KPK Jakarta, Jumat 27 Januari 2023.(foto:Ari)


JAKARTA - Kuasa Hukum masyarakat  korban Perhutani meminta KPK turun ke Karawang untuk mengusut tuntas persekongkolan Hakim Agung Sudrajat Dimyati dengan oknum Perhutani Karawang.


H. Elyasa Budiyanto, S.H., ditunjuk sebagai kuasa hukum dari empat orang warga, yakni Ara, Aceng Lesmana, Adam, dan Dadang Suherman, yang merupakan pemilik tanah di Blok Cijengkol, Desa Mulyasari, Kecamatan Ciampel, Kabupaten Karawang. 


Menurut Elyasa, empat warga yaitu Ara, Aceng Lesmana, Adam, dan Dadang Suherman adalah masyarakat pemilik tanah di Blok Cijengkol, Desa Mulyasari, Kecamatan Ciampel, Kabupaten Karawang seluas 93.555m2 yang merupakan penguasaan atas fisik tanah (sporadik) adalah sejak sebelum berlakunya UU Pokok Agraria 24 September 1960 sesuai putusan / SK Desa.


"Namun hari ini, mereka dicekam ketakutan lewat Putusan Mahkamah Agung RI No. 1810 K/Pdt/2022 tanggal 16 September 2022," jelas Bang El sapaan akrabnya, Jumat 27 Januari 2023.


Dijelaskannya, kekalahan kami disebutkan dalam putusan ini kami telah melakukan perbuatan melawan hukum dikarenakan telah mengambil tanah negara, dan merugikan negara, padahal kami pemiliknya. 


"Kami dibebani membayar uang paksa (dwangsom) Rp5 juta setiap hari setiap lalai melaksanakan putusan. Kami di denda secara tanggung renteng, secara materil dan immaterial sejumlah Rp1,1.930.750.239,- (satu miliar sembilan ratus tiga puluh juta tujuh ratus lima puluh ribu dua ratus tiga puluh sembilan rupiah)," kata Elyasa sebagaimana keterangan empat warga tersebut.


Dikarenakan Judex Factie yang salah, sambung dia, maka Majelis Hakim MA menerapkan hukum dengan pertimbangan bahwa sesuai Pasal 32 ayat 1 PP No 24/1997 bahwa bukti kuat atas tanah adalah SHM (sertifikat hak milik).


"Padahal dari pihak Perhutani boro-boro sertifikat, girik/kikitir saja tidak punya. Malahan, mereka hanya menyadur sebuah cerita Perhutani membeli tanah dari saudara Abdul Rodjak (Abd Rodjak telah membeli dari 33 warga masyarakat) luas tanah sejumlah 66 hektar. Jadi cerita halusinasi Abd Rodjak adalah hayalan belaka dan membuktikan PT. Perhutani tidak memiliki sertifikat, karena jika memiliki sertifikat sudah barang tentu pasti diperlihatkan," ungkapnya 


Elyasa menegaskan, poin-poin tersebut di atas adalah bentuk teror oknum PT. Perhutani atas nama negara kepada masyarakat. Betapa tidak, sebab dalam Putusan Pengadilan Negeri No.67/Pdt.G/2021/PN.Kwg tanggal 17 November 2021 dan putusan Pengadilan Tinggi Bandung No 682/Pdt/2021/PT.Bdg tanggal 27 Januari 2022 adalah kami pemenangnya dan seharusnya MA tinggal menguatkan putusan-putusan pengadilan tersebut di atas. Bukan mengada adakan sebuah fakta bohong.


"Hal demikian terjadi tidak lain tidak bukan karena kasus suap telah menimpa anggota Majelis Hakim Agung (MA RI) Sdr. Sudrajat Dimyati, yang ditangkap OTT KPK pada 22 September 2022. Artinya seminggu setelah putusan MA ini (No 1810 K/Pdt/ 2022), KPK kemudian menangkap Hakim Agung Sdr. SD. Maka guna penegakan hukum yang lebih tegas, kiranya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk mengusut putusan MA No 1810 K/Pdt/ 2022 tanggal 16 September 2022 yang syarat dengan persengkokolan antara Hakim SD dengan oknum Perhutani. Kami tunggu KPK di kampung kami di Karawang," tegas H. Elyasa Budiyanto.[Ari]

Komentar
Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE. #JernihBerkomentar
  • Kuasa Hukum Masyarakat Korban Perhutani Minta KPK Turun ke Karawang

Terkini

Topik Populer

Iklan