Iklan

Iklan

DSS-TGSL: Batalkan Permenaker Nomor 5 Tahun 2023

BERITA PEMBARUAN
20 Maret 2023, 20:07 WIB Last Updated 2023-03-20T13:07:01Z
Konferensi Pers Dialog Sosial Sektoral di Jakarta, Senin 20 Maret 2023. (foto:ist)


JAKARTA - Menteri Tenaga Kerja RI, Ida Fauziah menerbitkan Permenaker No. 5 tahun 2023 tentang Penyesuaian Waktu Kerja dan Pengupahan pada Perusahaan Industri Padat Karya Tertentu Berorientasi Ekspor yang Terdampak Perubahan Ekonomi Global. 


Penerbitan Peraturan ini menetapkan sejumlah pengaturan baru atas jam kerja dan pembayaran upah untuk buruh di lima industri padat karya berorientasi ekspor yaitu tekstil dan pakaian jadi, alas kaki, kulit, furniture, dan mainan anak. 


Yang paling mencolok dari pengaturan baru ini adalah membolehkan pengusaha untuk mengurangi jam kerja (tetapi tidak disebutkan marjin jumlah pengurangan jam kerja) (pasal 5); dan membolehkan pengusaha untuk memotong upah sampai 25% dari 'upah yang biasa dibayarkan' (pasal 8).


Diketahui bahwa Permenaker ini terbit setelah munculnya surat bersama dari sejumlah asosiasi pengusaha di sektor padat karya pada bulan Oktober 2022 yang meminta agar Menteri Tenaga Kerja RI menerbitkan peraturan tambahan tentang pemberlakuan fleksibilitas jam kerja di industri padat karya berorientasi ekspor.


Terbitnya Permenaker ini adalah bukti kedua pelecehan Kementerian Tenaga Kerja RI terhadap hak asasi buruh atas upah, setelah sebelumnya pada Agustus 2021, Menteri Tenaga Kerja, Ida Fauziah menerbitkan Kepmenaker No. 104/2021 tentang Pedoman Pelaksanaan Hubungan Kerja Selama Masa Pandemi Covid-

19. Kepmenaker itu juga melegalisasi pembayaran upah di bawah upah minimum yang berlaku atas alasan kesepakatan dengan buruh. 


Berdasarkan siaran pers melalui Narahubung DSS-TGSL, Emelia Yanti Siahaan yang diterima media ini, Senin (20/03/2023), mengatakan Dialog Sosial Sektoral (DSS-TGSL), aliansi serikat pekerja/serikat buruh yang beranggotakan 10 SP/SB terbesar di sektor tekstil, garment, sepatu dan kulit, yakni terdiri dari Serikat Pekerja Nasional, F.Garteks-KSBSI, Gabungan Serikat Buruh Indonesia, FSP TSK-SPSI, F. SEBUMI, KSPN, Konfederasi KASBI, FSP TSK-KSPSI, FSBPI-KPBI, dan RTMM-Garteks SARBUMUSI, menyatakan penolakan tegas penerbitan dan pemberlakukan Permenaker No. 5 tahun 2023 dalam kurun waktu adalah pelanggaran serius terhadap hak asasi atas upah.


"Upah adalah hak asasi, tidak boleh dinegosiasikan, bahkan dalam kondisi apapun. Alasan krisis ekonomi global sulit untuk dimengerti untuk melegalisasi pemotongan upah karena buruh dan anggota keluarganya justru adalah kaum yang paling terdampak krisis. Pemotongan upah yang merupakan penyangga ekonomi bagi buruh dan keluarganya adalah amputasi biadab terhadap upaya bertahan hidup dalam situasi krisis. Permenaker ini justru menunjukkan betapa Kementerian Tenaga Kerja sama sekali tidak mampu menempatkan dirinya sebagai pelindung bagi kaum buruh dari kesemena-menaan modal kapital," tegasnya.


Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, DSS-TGSL dengan ini menyatakan:

1. Permenaker No. 5 tahun 2023 tidak memiliki dasar hukum keberlakuannya. UU No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan tidak mengatur soal pemotongan upah dan kewenangan Kementerian Tenaga Kerja RI untuk melegalisasi pemotongan upah. Pada saat ini, UU Cipta Kerja No. 11 tahun 2020 dan Perppu No. 2 tahun 2022 juga tidak bisa dijadikan dasar hukum berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi.


2. Permenaker No. 5 tahun 2023 secara substansi merupakan legalisasi penurunan kesejahteraan bagi buruh/pekerja di lima sektor industri vital yang berpengaruh pada lebih dari 5 juta orang buruh yang bekerja. Pemotongan upah pada lebih 5 juta orang buruh akan mempengaruhi kesejahteraan keluarga buruh/pekerja yang bergantung pada upah kerja buruh, termasuk perempuan dan anak-anak. 


3. Permenaker No. 5 tahun 2023 merupakan pelecehan terhadap hak dan peran SP/SB dalam perundingan kolektif. Ini adalah pelanggaran serius dari pelaksanaan UU No. 21 tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh dan Konvensi ILO No. 98. Terbitnya Permenaker ini justru memperuncing potensi konflik antara serikat buruh dan pengusaha yang justru dapat mengganggu produktivitas dan kelancaran dunia usaha.


4. Permenaker No. 5 tahun 2023 membuktikan bahwa Kementerian Tenaga Kerja RI gagal menjalankan amanat untuk menjadi pelindung buruh yang berada dalam posisi subordinat dalam relasi perburuhan. Alih-alih mengambil fungsi sebagai regulator aturan main yang adil, Kementerian Tenaga Kerja justru menjadi algojo pemotongan upah. 


"Sekali lagi DSS-TGSL menuntut Pemerintah RI cum Menteri Tenaga Kerja, Ida Fauziah mencabut dan membatalkan Permenaker No. 5 tahun 2023. Jika hal ini tidak dilaksanakan, DSS-TGSL bersama-sama dengan serikat buruh lain, akan melakukan eskalasi perlawanan dalam waktu dekat," tegas Emelia Yanti Siahaan, yang juga mewakili Gabungan Serikat Buruh Indonesia.[*/Red] 

Komentar
Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE. #JernihBerkomentar
  • DSS-TGSL: Batalkan Permenaker Nomor 5 Tahun 2023

Terkini

Topik Populer

Iklan