![]() |
Mahasiswa Unsika Tri Prasetio Putra Mumpuni (foto: ist) |
JAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK) kembali menggelar sidang perkara Nomor 92/PUU-XXIII/2025 terkait uji materi terhadap Pasal 53 ayat (4) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2025 tentang Perubahan atas Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI), Rabu 18 Juni 2025.
Dalam sidang pendahuluan yang dipimpin oleh Hakim Konstitusi Daniel Yusmic Pancastaki Foekh, pemohon Tri Prasetio Putra Mumpuni menyampaikan keberatannya atas ketentuan yang memperpanjang masa jabatan perwira tinggi TNI hingga usia 63 tahun.
Tri menilai, aturan tersebut tidak hanya mengaburkan semangat reformasi militer, tetapi juga berpotensi menggerus prinsip supremasi sipil dalam sistem ketatanegaraan Indonesia.
Ia menyebut frasa 'dapat diperpanjang' dalam pasal tersebut membuka peluang bagi perwira bintang empat untuk tetap menjabat di luar batas usia pensiun tanpa tolok ukur yang ketat dan objektif.
“Norma ini menimbulkan ketidakpastian hukum karena tidak dirancang secara rigid dan sistematis. Celah tafsirnya bisa membahayakan prinsip demokrasi,” ujar Tri di hadapan majelis hakim.
Soroti Ketimpangan dan Risiko Elit Militer Permanen
Pemohon juga menggarisbawahi adanya potensi ketimpangan struktural dalam tubuh TNI jika masa jabatan diperpanjang tanpa parameter yang jelas.
Menurutnya, hal ini berpotensi menciptakan konsentrasi kekuasaan pada segelintir aktor militer, yang bertentangan dengan semangat regenerasi dan profesionalisme TNI.
"Ketentuan ini membuka ruang lahirnya elit militer permanen yang bisa menyulitkan pembaruan institusi dan memperbesar kemungkinan loyalitas personal di luar mekanisme rotasi jabatan yang sehat," jelasnya.
Ia juga menyoroti absennya mekanisme evaluasi publik dan kurangnya partisipasi demokratis dalam menentukan kelayakan perpanjangan masa jabatan perwira tinggi.
Dalam pandangannya, hal ini menunjukkan bahwa pasal tersebut tidak hanya berpotensi memperkuat dominasi militer, tetapi juga melemahkan kontrol sipil dalam negara demokrasi.
MK Diminta Tegakkan Konstitusi
Dalam persidangan yang juga dihadiri Panitera Pengganti, pemohon menyerahkan sejumlah alat bukti pendukung dan meminta MK untuk melanjutkan perkara ke tahap berikutnya, dengan menghadirkan Presiden dan DPR sebagai pihak terkait.
Tri menegaskan bahwa kontrol sipil atas militer bukan sekadar prinsip normatif, melainkan jaminan konstitusional yang tidak bisa dinegosiasikan melalui celah hukum.
Ia berharap Mahkamah Konstitusi dapat memainkan perannya sebagai penjaga konstitusi untuk memastikan tidak lahirnya norma hukum yang menyimpang dari prinsip demokrasi.
Sidang Dilanjutkan 1 Juli 2025
Sidang uji materi ini menjadi sorotan publik karena dinilai menyangkut masa depan demokrasi Indonesia. Ketika ruang kekuasaan militer diperluas tanpa transparansi dan akuntabilitas, isu yang muncul bukan lagi soal efisiensi organisasi, melainkan arah perjalanan demokrasi bangsa.
Sidang selanjutnya dijadwalkan pada 1 Juli 2025, dengan agenda mendengarkan keterangan dari pihak Presiden dan DPR.(**)