![]() |
David (ketiga dari kiri) bersama Slana Muslim (kedua dari kanan) saat Muscab HIPMI beberapa waktu lalu (foto: ist) |
KARAWANG - Sejumlah anggota Badan Pengurus Cabang (BPC) Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) Kabupaten Karawang resmi mengajukan gugatan peninjauan kembali terhadap hasil Musyawarah Cabang (MUSCAB) ke-VII yang digelar pada 29 Juni 2025 lalu di Hotel Aksaya Karawang.
Gugatan ini ditujukan kepada Ketua Umum Badan Pengurus Daerah (BPD) HIPMI Jawa Barat, menyusul dugaan pelanggaran serius terhadap konstitusi organisasi dalam proses pelaksanaan MUSCAB.
Gugatan tersebut dipicu oleh ketidaksesuaian prosedur dan mekanisme sidang, terutama dalam pelaksanaan Pleno 3 dan Pleno 4, yang dinilai para penggugat tidak sesuai dengan ketentuan Anggaran Rumah Tangga (ART) HIPMI.
"Pada MUSCAB VII itu, tidak dibahas Pleno 3 yang seharusnya meliputi pembentukan komisi, sidang komisi, dan laporan hasil sidang. Ini penyimpangan serius," ujar Riki, salah satu penggugat yang sebelumnya menjabat sebagai Kompartemen Fasilitas Umum BPC HIPMI Karawang periode 2021–2024.
Hal senada juga disampaikan oleh Rafi Nurakbar, salah satu anggota HIPMI dan vorter dalam MUSCAB tersebut. Ia menyoroti kejanggalan dalam Pleno 4, khususnya dalam mekanisme pemilihan dan penetapan mide formatur.
"Forum mengusulkan formatur tunggal yang akan memilih dua mide formatur. Padahal, sesuai Pasal 23 poin J ART HIPMI, apabila ketua umum terpilih secara aklamasi, maka anggota mide formatur harus dipilih secara mufakat atau voting, bersama ketua umum demisioner," terang Rafi dalam keterangan tertulisnya, Sabtu 26 Juli 2025.
Sementara itu, Isal Saeful Rahman, Koordinator Wilayah (Koorwil) Bidang Organisasi, Kaderisasi, dan Keanggotaan (OKK) BPD HIPMI Jawa Barat, dalam sidang tersebut telah dua kali menginterupsi untuk mengingatkan bahwa mekanisme pemilihan mide formatur tidak sesuai aturan.
Namun, interupsi tersebut tidak digubris pimpinan sidang, yang tetap melanjutkan agenda dan menetapkan formatur tunggal, David, untuk menunjuk dua mide formatur, Yogi Anggriawan dan Rudi Maulana.
Rudi Maulana, yang juga menjabat sebagai Ketua Steering Committee (SC) sekaligus Pimpinan Sidang 2, mengaku tidak mengetahui adanya ketentuan Pasal 23 poin J dalam ART HIPMI mengenai mekanisme pemilihan mide formatur.
Para penggugat menilai bahwa pengabaian terhadap ketentuan Pasal 23 dan Pasal 24 ART HIPMI, serta sikap pimpinan sidang yang mengesampingkan arahan dari unsur OKK BPD HIPMI Jabar, telah mencederai marwah organisasi dan menjadikan hasil MUSCAB cacat secara hukum organisasi.
"Mekanisme yang dijalankan bertentangan dengan aturan organisasi. Jika ini dibiarkan, akan jadi yurisprudensi buruk dan merusak tatanan HIPMI secara nasional," tegas Rafi.
Dalam gugatannya, para penggugat meminta Ketua Umum BPD HIPMI Jawa Barat melalui Ketua Bidang OKK untuk:
1. Menyatakan hasil MUSCAB VII BPC HIPMI Karawang Tahun 2025 tidak sah.
2. Memerintahkan peninjauan kembali dan pelaksanaan MUSCAB ulang selambat-lambatnya 30 hari sejak diterimanya penetapan.
3. Membubarkan SC dan OC karena dianggap tidak netral dan turut melegitimasi keputusan yang bertentangan dengan ART HIPMI.
Gugatan ini juga menyertakan permintaan agar Komarudin, S.E., S.H., Ketua Umum BPC HIPMI Karawang periode 2021–2024 ditunjuk sebagai pihak yang bertanggung jawab dalam proses peninjauan kembali.
Para penggugat menegaskan bahwa jika BPD HIPMI Jawa Barat tidak menindaklanjuti gugatan ini secara serius, maka hal tersebut dapat mencoreng kredibilitas organisasi dan membuka celah pelanggaran konstitusi serupa di berbagai daerah lain.(yilmaz)