Iklan

Iklan

Paradoks Karawang, Pemimpin Makin Kaya, Rakyat Miskin Ekstrim

BERITA PEMBARUAN
03 Oktober 2021, 11:57 WIB Last Updated 2021-10-03T05:09:04Z


Oleh : Ahmad Aron Hariri


Kabupaten Karawang merupakan salah satu kabupaten yang sangat pesat perkembangannya. Triliunan investasi masuk dari dalam dan luar negeri hampir setiap tahunnya, sehingga mengubah Karawang menjadi kota Industri. 


Dengan kawasan industri yang katanya terbesar se-Asia Tenggara dengan Upah Minimum Kabupaten (UMK) tertinggi di Indonesia dalam beberapa tahun terakhir tidak linier dengan peningkatan kesejahteraan warganya. 


Lalu muncul pertanyaan, siapa yang bekerja di ribuan pabrik itu, dan siapa yang menikmati upah minimum yang paling besar itu. 


Perumahan mewah, apartemen dan hotel tumbuh subur di lahan yang dulunya merupakan tempat bertani dan berkebun. Muncul pertanyaan, siapakah yang menepati rumah, apartemen dan hotel mewah tersebut? 


Karawang juga merupakan kabupaten dengan APBD tertinggi di Jawa Barat. Bahkan meski masih dalam masa pandemi Covid-19, APBD masih bisa digunakan untuk membeli mobil dinas bupati dan wakil bupati yang tergolong mewah, luar biasakan? 


Selain itu, para pejabatnya semakin kaya raya dalam dua tahun ini. Bupatinya aja naik hampir 2 milyar dalam 2 tahun belakangan, hebat bukan?


Padahal masyarakat untuk bertahan hidup pada masa pandemi saja sangat sulit. Ini dibuktikan bahwa Karawang sebagai salah satu kabupaten yang jumlah penduduk miskin ekstrimnya terbanyak, bersama 4 Kabupaten lain di Jawa Barat. 


Suatu paradox memang, ternyata APBD yang besar, pembangunan, pejabat yang semakin kaya berbanding terbalik dengan kondisi masyarakat yang justru terpuruk dalam lubang kemiskinan ekstrim.


Miskin Ekstrim


Rabu (29/9), Wakil Presiden Ma'ruf Amin bersama Mendagri Tito Karnavian, memimpin rapat kerja di kantor Gubernur Jawa Barat terkait penyelesaian kemiskinan ekstrim di lima kabupaten di Jabar. Lima kabupaten itu antara lain: Karawang, Cianjur, Bandung, Kuningan, dan Indramayu.


Rincian angka penduduk miskin ekstrim di lima kabupaten tersebut ialah 90.480 jiwa di Kabupaten Cianjur, 93.480 jiwa di Kabupaten Bandung, 69.090 jiwa di Kabupaten Kuningan, 106.690 jiwa di Kabupaten Indramayu dan 106.780 jiwa di Kabupaten Karawang. Uraian data tersebut menempatkan Karawang sebagai kabupaten dengan jumlah penduduk miskin ekstrim terbanyak.


Informasi itu direspon cepat oleh bupati Karawang, Cellica Nurrachadiana. Sayangnya respon tersebut mengecewakan. Tanggapan bupati yang nampak mengklarifikasi, meragukan data, bahkan apologis hanya akan menimbulkan masalah baru tentang perselisihan data. 


Padahal secara filosofis, data yang dimaksud bukan sekedar angka tapi merujuk pada jumlah warga. Jumlah warga, penduduk di Karawang yang jumlah lebih dari 100 ribu, dan di bawah garis kemiskinan atau miskin ekstrim.


Miskin ekstrim artinya adalah suatu kondisi yang sulit untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia seperti makanan, air minum bersih, fasilitas sanitasi, kesehatan, tempat tinggal, pendidikan, dan informasi. Maka langkah cepat dan tepat menanggapi hal ini adalah bagaimana memanusiakan manusia, bukan berselisih dengan angka dan data.


Menurut data BPS, sebagaimana dikutip dari CNN Indonesia, terdapat kenaikan jumlah masyarakat yang berada di bawah garis kemiskinan yang mencapai 8,26 persen. Dengan knaikan angka kemiskinan akibat pandemi covid-19 sepanjang 2019-2020 kemarin, maka penduduk miskin di Karawang menjadi yang tertinggi ketujuh di Jawa Barat.


Hal ini tegas menunjukkan bahwa warga miskin itu ada dan jumlahnya luar biasa. Ironi bila masih berkutat pada angka-angka. Bupati dan wakil bupati, beserta jajaran Pemerintah Daerah akan lebih bijak melakukan verifikasi dua langkah. Selain memvalidasi persoalan melalui pejabat terkait, peninjauan langsung di lapangan akan terasa lebih kongkrit dan mempercepat langkah taktis dan strategis yang penting disegerakan mengatasi problematika ini.


Lebih dari itu, harapan masyarakat tentu masih lebih besar dari kekecewaan yang masih bisa disimpan. Aksi kongkrit dan prioritas dalam turunan program dari RPJMD yang telah disahkan, menjadi obat dan penguat, harapan masyarakat layak dipertahankan.


Masalah kemiskinan memang masalah besar dan utama. Namun janganlah beralasan perlu pananganan panjang karena sekarang baru tahun pertama periode kepemimpinan. Sebab faktanya, masalah kemiskinan dan sekian masalah lain juga belum terentaskan dalam dua periode kepemimpinan ini. Sekian.



Penulis adalah Peneliti Lembaga Studi Anti Korupsi (LSAK) Jakarta


Komentar
Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE. #JernihBerkomentar
  • Paradoks Karawang, Pemimpin Makin Kaya, Rakyat Miskin Ekstrim

Terkini

Topik Populer

Iklan