Oleh : Yoga Muhammad Ilham Samudra
Menanggapi pernyataan Ketua DPRD Karawang terkait rekrutmen PT FCC Indonesia yang dilakukan di Bandung, penting untuk menegaskan bahwa persoalan utama bukan semata-mata soal keadilan lokasi rekrutmen, melainkan lemahnya tata kelola ketenagakerjaan yang melibatkan unsur legislatif dan eksekutif di Karawang.
Pernyataan yang menyebutkan bahwa 60% untuk warga Karawang adalah keharusan, bukan pilihan terdengar normatif dan populis, namun gagal menjawab substansi persoalan: di mana peran dan fungsi kontrol DPRD selama ini terhadap kebijakan dan implementasi ketenagakerjaan di Karawang?
Jika benar ada komitmen keterlibatan lokal sebesar 60%, maka seharusnya sejak awal hal ini:
•Dikunci dalam peraturan daerah (Perda) atau nota kesepahaman resmi;
•Didampingi dengan pengawasan ketat;
•Diperkuat melalui koordinasi lintas OPD dan dunia industri.
Tidak adanya sistem yang terintegrasi antara pemetaan tenaga kerja lokal, pelatihan SDM, dan keterlibatan aktif dewan menjadikan kekosongan kebijakan ini mudah dimanfaatkan oleh perusahaan yang memilih efisiensi rekrutmen di tempat lain.
Fakta bahwa proses rekrutmen dilakukan di luar Karawang justru menjadi bukti bahwa tidak ada regulasi dan sistem pengawasan yang memadai.
Kami mendorong DPRD dan Pemda Karawang untuk tidak hanya mengeluarkan pernyataan kecaman, namun:
Menyusun dan menegakkan regulasi yang berpihak pada pekerja lokal.
1.Menghadirkan sistem digital dan transparan untuk informasi rekrutmen;
2.Mengembangkan program pelatihan berkelanjutan berbasis kebutuhan industri;
3.Membangun komunikasi aktif dengan perusahaan agar kepentingan warga Karawang benar-benar dilindungi.
Keadilan tidak cukup hanya diminta keadilan harus dibangun melalui sistem, komitmen, dan pengawasan yang nyata. Kalau setiap persoalan tenaga kerja hanya selesai di meja konferensi pers, maka jangan salahkan warga kalau mulai mempertanyakan: siapa yang benar-benar bekerja, dan siapa yang cuma bicara?
Penulis adalah Koordinator Bem Nusantara Jawa Barat